Berita BIT

Tulisan-tulisan yang kami publikasikan di website ini bersifat asli dan independen

Kaleka

26 Juli 2023 | Yanedi Jagau

KALEKA

Oleh : Yanedi Jagau

Pernahkah anda melihat besaran lingkaran kayu raksasa ukurannya mencapai 200 cm sama seperti ban truk derek? Mungkin ukuran diameter kayu seperti itu jarang ditemui, tapi di Kalimantan Tengah masih dapat dijumpai kayu raksasa. Dimanakah kayu-kayu raksasa itu tersisa, ya  anda akan menjumpainya di Kaleka. Anda tak perlu ke luar negeri atau ke benua lain untuk melihat kayu raksasa, cukup berkunjung ke Manuhing Raya dan beberapa area di Kalteng.

Memang dibutuhkan energi tambahan untuk mengunjungi tempat-tempat yang berkayu ukuran ekstra. Yang penting anda mau jalan ke pelosok desa di Kalimantan Tengah, sampai saat ini masih ada sebagian kecil Kaleka. Meskipun demikian keberadaan kaleka sudah mulai berkurang .

Di tengah pengrusakan hutan di kalteng yang makin melaju selalu ada celah kegembiraan yang dapat dibagikan, nyatanya masih ada warga desa dari Sukubangsa Dayak di Kalteng yang masih setia merawat hutan yang bernama Kaleka.  

Nah apa pula yang dimaksud Kaleka. Kalau kita menyebut kaleka berati kita sedang membicarakan hutan, namun hutan seperti apakah yang dimaksud dengan sebutan kaleka oleh Orang Dayak Ngaju. Beberapa orang menyebutnya hutan dan kebun tradisional purba. Berkebun di satu sisi tetapi membuat hutan pada sisi yang lain, itulah kira-kira makna kaleka.

Kaleka berasal dari bahasa Dayak Ngaju dan bahasa Ut Danum, berasal dari kata “eka’ yang artinya tempat. makna asli kaleka menurut orang dayak adalah tempat hutan sekaligus kebun tradisional yang terkait budaya bertani dan merambah serta memanfaatkan hutan sebagai sumber mendapatkan bahan makanan baik hewani maupun nabati.

Kemudian warga Dayak Ngaju menyebutkan mangaleka  sama artinya menunjuk dan menjelaskan suatu tempat tersebut menghutan kembali, rerumputannya meninggi demikian juga pohon-pohonnya makin rapat, membesar, meninggi dan menjulang.

Dalam istilah ilmiah dan sain, ada yang menyebutnya agroforestry, atau beberapa pihak lebih senang dengan penyebutan hutan kebun campuran dan di beberapa wilayah mengatakannya sebagai wanatani. Apapun istilahnya yang menyamakan kaleka nampaknya dua unsur yang telihat mencolok yaitu hutan dan kebun keduanya bercampur.

Kalau kita ingin menggambarkan seperti apa bentuk kawasan kaleka, sederhananya kaleka  itu berbentuk lingkaran bulat, kawasan kaleka terbagi menjadi area inti yang dominan kayu rimba, diluar area inti biasanya terdapat area kebun buah rimba disertai tempat perladangan padi-padian.

Kaleka adalah tempat menjalar, merambat  dan bertumbuhnya pohon ribuan jenis, mulai pohon yang langka maupun yang umum ditemui disekitar kawasan setempat.

Ada yang menarik garis pembatas tegas bahwa kaleka mesti berisikan pohon ulin  yang besar lingkarannya menyamai bahkan melebihi lingkaran diameter roda/ban  truk raksasa yang  lebih dari 1,5 meter lebih. Besarnya diameter menunjukkan dan menandakan usia pohon sudah mencapai ratusan tahun. Pada tempat yang disebut area kaleka inti biasanya berisikan pohoon-pohon tinggi , rapat dan dedaunannya lebat, bahkan sinar matahari terik pun tak mampu  menembus tutupan daun tersebut.

Area inti kaleka berisikan pepohonan tinggi sampai 50 meter menjulang ke langit dan lingkaran kayunya besar bahkan ber meter-meter. Suatu tempat disebut Kaleka jika tanah di sekitarnya sudah menghutan karena proses alami yang biasanya ratusan tahun. Suatu tempat disebut kaleka jika ada pohon kayu ribuan jenis, tumbuh ratusan tahun, selain itu ditanam juga pohon buah asli setempat seperti durian, tangkuhis, manggis dan lainnya intinya buah-buahan ini buah khas rimba, sementara itu pada bagian luar kaleka ada sepetak atau dua petak tempat berladang padi.

Memang tidak ada patokan yang terlalu jelas untuk menentukan apakah suatu tempat layak disebut Kaleka, namun penanda utamanya hutan di Kaleka mesti berusia ratusan tahun atawa menurut orang-orang Dayak Ngaju mesti dikelola turun temurun oleh dua generasi turun temurun keluarga.

Sayangnya,  sebagian kecil saja orang Dayak yang paham lebih rinci tentang kaleka, umumnya warga desa lebih paham hal tersebut  ketimbang orang kota.  Mereka yang paham tentang kaleka karena tuturan turun temurun dari orangtua mereka.  Bagi orang tua Dayak yang rajin bercerita, apalagi yang senang mendongeng pengantar tidur anak-anak—pasti cerita sedikit maupun banyak menyenggol tentang hutan dan kaleka. Orang tua bercerita—anak-anak mendengarkan sambil selonjor tidur, bahkan biasanya belum usai seluruh dongeng disampaikan sang anakpun sudah tertidur pulas.

1001 Nama Kaleka

Masa silam Kaleka dikaitkan dengan tempat keramat, angker dan hening. Kini tidak seluruhnya demikian, Kaleka pun berubah fungsi, lebih banyak mengarah kepada penopang hidup, sumber tempat bertahan hidup dan menambah penghasilan.  

Inggi mantan kepala desa Putat Durei mengatakan “ Kaleka adalah suatu tempat orang Dayak mamalan -dukuh (berladang dan membangun pondok sementara) pada lokasi tersebut dianggap subur, ada bercampur juga rasa kekaguman atas kekeramatan serta keajaiban alam dan tempat yang pas untuk bercocok tanam.

Segudang alasan orang Dayak untuk memilih nama yang ia sukai, contohnya Kaleka Awang di Putat Durey. Tahun 2017 saya ngobrol dengan Midi, saat itu ia berusia 64 Tahun. Ia mengatakan Pada tempat itu sudah sekian lama  ia menanam pohon Tengkawang, selama enam puluh tahun ia menanam pohon tersebut, kini hamparannya sudah ribuan banyaknya. 

Midi yang kerap dipanggil sebagai Bapak Karli (sesuai nama anaknya yang tertua) mengatakan “Aku mimbul kabun kambulan Awang tuh ribu ah hung lewu putat durei tuh je bagare awang te nampara aku umur epat nyelu”  dalam bahasa Indonesia ia mengatakan “ Sejak umur empat tahun ia sudah menanam ribuan pohon tengkawang di hutan Putat Durei”

Saya berharap anda bisa membayangkan seperti apa yang saya maksud dengan hutan dan kebun tradisional purba yang disebut Kaleka oleh orang Dayak. Salah satu yang patut didalami adalah bagaimana cara orang dayak ini menamakan kaleka milik mereka.

Biasanya penamaan itu terkait dengan peristiwa penting yang selalu diingat. Dan menurut mereka nama itu yang masuk akal dan dan sepihak menurut rasa mereka dirasa pas dan menarik. Contohnya Kaleka Hangki, Kaleka Bahundu Kaleka Bukit Gunar dan lain-lain.

Di Manuhing Raya saja kami menemukan hampir 60 Kaleka, yang luasanya beragam, ada yang 5 hektar bahkan ada yang ½ hektar saja, ukuran ini pun hanya sebagai penanda saja. Banyak juga yang lebih luas dari itu. Mereka punya cara khusus untuk memberi identitas kawasan hutan dan kebun tradisional purba tersebut.

Tak semua kaleka dianggap positif, banyak juga yang menantang dan merusaknya, mulai dari alasan yang logis maupun yang tak masuk akal. Tantangan kaleka sekarang ini, dianggap sesuatu yang primitiv, tak relevan lagi dengan zaman. Pikiran seperti ini memang cukup mengganggu keberadaan kaleka.

Anggi Rahu, seorang Akademisi dari universitas Kristen Palangkaraya, mengatakan biasanya Kaleka itu dimiliki oleh suatu keluarga yang mereka lakukan adalah memelihara hutan berkayu rimba yang asli seperti ulin dan kayu meranti, disamping itu juga mereka secara tradisional berkebun menanam padi-padian pada bagian luar inti kaleka.

Cerita turun temurun dalam budaya orang Dayak diperdengarkan-dibicarakan serta dikisahkan tentang makna nama suatu tempat Kaleka.

Apakah Kaleka Bisa Lenyap

Tentu saja bisa jika semua hutan diubah menjadi lahan perkebunan sawit, tambang emas dan dibakar serta lain sebagainya. Banyak kemungkinannya hutan rusak dan artinya kaleka hampir punah. Pada wilayah yang kurang tertakelola dengan baik akan mempercepat musnahnya kaleka. Pada beberapa wilayah Kalteng yang mirip zaman koboi wild west tentu saja hutan makin cepat kerusakannya.

Menambang mas di atas kaleka, kini sungguh marak dilakukan demi mendapat uang dengan cepat. Bahkan pengrusakan Kaleka marak terjadi karena anggapan orang Dayak Ngaju yang berkata bahwa dibawah pohohn raksasa itu terdapat emas.  Orang Dayak Ngaju menyebutnya manyedot. Bongkaran tambang mas mengakibatkan kerusakan tanah, hutan dan air. Ratusan bahkan ribuan pohon pohon ditebang, demi uang. Tidak sedikit bekas kaleka yang dimitoskan berisi emas dan sircon, saat ini harganya begitu menggoda.

Ada juga yang berpikir, kenapa koq primitive sekali, kenapa Kaleka mesti dipertahankan? Pikiran seperti ini memang cukup banyak, mereka anggap itu kuno, usang tak sesuai zaman kekinian.

Pengusaha kayu umumnya memiliki mentalitas, menginggalkan kayu di hutan bagaikan meninggalkan uang.

 

Padahal tradisi membuat Kaleka pada masa kini sudah mendapatkan momentum, terlebih lagi bumi makin panas. Suhu bumi juga meningkat, dimana-mana dikatakan iklim sudah berubah, pemanasan bumi diberitakan secara luas. PBB saja mengingatkan bahwa suasana sekarang bagaikan kiamat iklim. Semestinya kita bangga pada Dayak yang melalui sebagian orang tetap setia merawat kaleka. Sesungguhnya mereka itulah pejuang iklim, agar bumi teduh dan sejuk serta layak didiami.

Apakah Kaleka Bisa Berkembang

Kaleka akan mudah berkembang jika mendapat dukungan dari pemerintah untuk pengurusan surat menyurat kepemilikannya. Bisa berkembang jika ada kesadaran dan rasa hormat antar pihak yang terkait seperti pemerintah, warga pemilik kaleka dan masyarakat luas dari berbagai unsur.  

Apakah Kaleka Bisa menambah Penghasilan

Pertanyaan ini sungguh penting, siapakah yang tak perlu uang. Sekaya atau semiskin apapun toh faktanya manusia perlu uang. Terlebih lagi para pemilik kaleka tentu juga manusia biasa yang pasti bahagia jika jerih payahnya di sekitar jaleka akan menambah pundi-pundi uang bukan saja untuk mencukupi kebutuhan namun utk sekolah anak dan lain sebagainya. Buah-buahan rimba, pada musim buah bukan saja menambah gizi tambahan tetapi sekaligus menambah penghasilan warga desa pemilik kaleka.

Kini kaleka juga bisa mendatangkan kegembiraan, pada musim buah, rimba kaleka akan menghasilkan puluhan bahkan ratusan truk durian, lengkeng, manggis, mangga dan lain-lain. Permintaan buah tak pernah berkurang, justru tiap tahun makin meninggi, kota-kota terdekat selalu berburu buah ketika musimnya tiba.

Namun dibalik itu akan memunculkan rasa saling iri, jika kaleka itu milik  bersama suatu komunitas (hubungan keluarga karena berasal dari satu desa) pembagian hasil buah tidak akan merata. Pengaturan yang adil perlu dibuat agar kaleka membawa perbaikan ekonomi juga makin mempererat persaudaraan satu desa.